Current Time

Senin, 13 Januari 2014

Kasus Suap Daging Sapi Impor

Korupsi merupakan istilah yang sangat akrab di telinga kita. Istilah yang hanya terdiri dari satu kata itu seperti seorang selebritis, yang setiap hari dalam media massa selalu menjadi headline, baik dalam media koran, majalah, maupun media elektronik. Ibarat penyakit, masalah korupsi sudah menjadi kronis yang dalam kehidupan seharihari mudah dijumpai dalam berbagai aspek kehidupan dari tingkat pusat sampai tingkat yang paling rendah.

  Korupsi merupakan masalah dunia, jadi tidak hanya masalah bangsa Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa masalah korupsi sudah ada sejak jaman dahulu dan berkembang hingga sekarang.
Pengertian korupsi pun mengalami perkembangan. Apabila dilihat dari asal-usul istilahnya, korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio yang berarti kerusakan, pembusukan, kemerosotan, dan penyuapan. Ada beberapa istilah yang mempunyai arti yang sama dengan korupsi, yaitu corrupt (Kitab Negarakrtagama) artinya rusak, gin moung (Muangthai) artinya makan bangsa, tanwu (China) berarti keserakahan bernoda, oshoku (Jepang) yang berarti kerja kotor. Berdasarkan makna harfiah, korupsi adalah keburukan, keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang bernuansa menghina atau memfitnah, penyuapan. Dalam bahasa Indonesia korupsi adalah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

Seperti yang kita ketahui di tahun 2013 kemarin terdapat berbagai peristiwa korupsi yang mengejutkan, salah satunya kasus suap impor daging sapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ternyata sudah mendata aliran transaksi mencurigakan yang dilakukan Ahmad Fathanah. Ahmad Fathanah sempat dilaporkan ke PPATK sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap orang dekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq itu.
Vitalia Sesha
 
"Jadi, dari orang yang terlibat cuci uang itu (Fathanah) sudah ada dalam data base PPATK. Penjahat itu terus berulang ketika tertangkap oleh penegak hukum, baru ketahuan kalau dia terkait kasus apa," ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso.
Saat ditanyakan lebih lanjut tentang nilai dan oknum mana saja yang menerima aliran dana Fathanah, Agus mengaku PPATK sudah menyerahkannya kepada KPK. PPATK, sebutnya, tidak bisa mengungkap siapa saja yang menerima aliran dana itu kepada publik. "Yang jelas yang paling paham itu KPK”. Agus juga tidak membantah pola berlapis yang kerap dilakukan Fathanah dalam menyamarkan harta kekayaannya. Agus menuturkan, pola yang dilakukan Fathanah merupakan pola umum yang dilakukan para koruptor. "Mereka biasanya pakai sistem layer dan tidak pernah menggunakan rekening pribadi”.
Para koruptor, selanjutnya, lebih sering mengalihkan kekayaannya ke orang lain yang merupakan anggota keluarganya, seperti anak, istri, hingga teman. PPATK menemukan ada kejanggalan ketika profil penerima dana atau pembeli barang mewah tertentu ternyata tidak sesuai dengan pendapatannya. "Misalnya saja PNS golongan tiga, tapi bisa beli mobil mewah. Ini tidak sesuai dengan profilnya, maka ini dapat didalami lagi oleh penegak hukum".
Fathanah merupakan tersangka kasus suap dan pencucian uang terkait izin impor daging sapi. Sejauh ini, KPK sudah menyita sejumlah barang terkait Fathanah yang diduga hasil tindak pidana korupsi. KPK menyita satu mobil Honda Jazz putih dari seorang model cantik bernama Vitalia Shesya. Honda Jazz itu diperoleh Vitalia dari Fathanah yang diakuinya sebagai seorang teman. Selain Jazz, KPK menyita jam tangan merek Chopard.
KPK juga menyita Honda Freed yang diduga pemberian Fathanah untuk wanita bernama Tri Kurnia Rahayu. Dari Tri Kurnia, KPK juga menyita gelang Hermes dan jam tangan Rolex yang harganya puluhan juta. Sebelumnya, KPK menyita empat mobil mewah dari Fathanah, yaitu Toyota Land Cruiser Prado, Toyota Alphard, Mercedes Benz C200, dan FJ Cruiser. Di luar kendaraan dan perhiasan, KPK juga menyita dua rumah milik Fathanah di kawasan Depok.
  
Sangat berbahaya kalau pedang keadilan diserahkan kepada orang yang berani. Yang kita perlukan bukan pemberani. Sebab pemberani itu bisa berani karena bodoh, bisa berani tapi pintar. Tapi sepintar-sepintar orang kalau dia sedang berani sering emosional. Jadi menegakkan hukum tidak perlu berani dan tidak perlu menunjukkan sikap pemberani.
 
sumber: www.kompas.com