Pendahuluan
Era masyarakat Informasi ditandai dengan semakin maju
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Globalisasi merupakan
konsekuensi logis dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Sebenarnya proses globalisasi itu berasal dari negara-negara barat (Eropa dan
Amerika khususnya) yang kemudian ditularkan ke negara-negara lain di seantero
jagad raya ini melalui dunia perdagangan, budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sebagai negara berkembang (developing country), Indonesia
bersama dengan negara-negara yang termasuk kedalam kelompok negara dunia ketiga
tidak dapat menghindar dari globalisasi . Arus masuk berupa ilmu pengetahuan
dan teknologi ke negara Indonesia
bukanlah merupakan sesuatu hal untuk dihindari, melainkan telah menjadi
kebutuhan suatu bangsa untuk mencapai suatu kemajuan.
Peran teknologi informasi dalam masyarakat komunikatif
seakarang ini semakin memainkan peran penting . Dalam banyak hal kehidupan
manusia memperlihatkan ketergantungannya pada teknologi informasi ini, seperti
berbagai mesin dalam dunia usaha dan industri yang siap menggantikan tenaga
manusia, internet yang memiliki banyak keunggulan dalam berusaha telah
menawarkan alternatif kepada pelaku usaha dan konsumen serta kemajuan lainnya.
Semua kemajuan yang positif itu, tidak jarang pula memiliki dampak yang
negatif, sehingga hal ini cenderung melahirkan kekosongan hukum, seperti dalam
bidang E-Commerce dan Cyber Crime.
Oleh karena itu, para lawyer di jagad raya dewasa ini sangat
ditantang kemampuannya dalam merumuskan berbagai aturan hukum yang dapat
memberikan perlindungan bagi karya-karya intelektual manusia dan ekses-ekses
negatif dari perkembangannya.
Arti Penting Hak Kekayaan Intelektual
Hak kekayaan intelektual dewasa ini telah merupakan alat
yang ampuh untuk pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa (a powerful
tool for economic development) . Data menunjukan bahwa umumnya ekspor
negara-negara berkembang dalam bentuk hasil-hasil dan kekayaan alam tidak dapat
dibanggakan lagi. Kemerosotan prosentase ekspor tersebut mencapai 70% pada
tahun 1900 turun hingga 20% pada akhir abad ke 20 . Data tersebut menunjukkan
bahwa, sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu bangsa pada kenyataannya
tidak dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Tetapi, dengan
menghandalkan hak kekayaan intelektual banyak sudah Negara-negara menjadi
Negara sejahtera (welfare state). Karya intelektual manusia merupakan potensi
ekonomi yang tidak habis-habisnya dan akan terus mengalami perkembangan dan
kemajuan.
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa hak kekayaan intelektual
merupakan pintu gerbang bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan teknolohi. Teknologi
tidak lahir dengan sendirinya, seperti halnya manusia yang lahir dari kandungan
ibunya. Suatu teknologi dihasilkan karena adanya daya kreasi intelektual
manusia yang diwujudkan melalui suatu tahapan penelitian yang kemudian
menghasilkan invensi (invention).
Berbagai perkembangan teknologi dalam berbagai bidang, baik
itu yang sifatnya sederhana maupun high tech, merupakan hasil invensi manusia
yang dipatenkan dan dengan demikian dilindungi oleh kaedah hukum, baik hukum
internasional maupun hukum nasional suatu negara. Perlindungan hukum terhadap
hak kekayaan intelektual itu terdapat hak komersial yang besar jumlahnya.
Menurut pengertian ini dapat dikatakan bahwa hukum memainkan
peran penting dan menentukan dalam pembangunan ekonomi suatu masyarakat baik
local, nasional maupun internasional. Apalagi di era globalisasi sekarang ini,
kebutuhan hukum tidak hanya dirasakan oleh masyarakat awam dan si pencari
keadilan dalam berperkara di pengadilan saja, tetapi pelaku bisnis, ekonom,
petani dan teknokrat juga membutuhkan hukum yang tujuannya adalah untuk
memberikan perlindungan hukum untuk bidang dan profesinya masing-masing.
Permasalahan Hak
Kekayaan Intelektual Di Indonesia
1. Diseminasi Yang Belum Tuntas
Diseminasi peraturan perundang-undangan ditengah-tengah
masyarakat merupakan rangkaian dari system hukum secara keseluruhan. Artinya,
suatu ketentuan hukum yang baru diberlakukan harus dilakukan diseminasi oleh
pemerintah agar supaya ketentuan hukum tersebut dapat diketahui, dipahami dan
dilaksanakan oleh masyarakat luas dan semua pihak. Idealnya diseminasi tersebut
sudah harus dimulai pada saat rancangan undang-undang tersebut dibicarakan di
parlemen.
Berkenaan dengan hak
kekayaan intelektual di Indonesia,
ketentuan hukum yang mengatur bidang-bidang hak kekayaan intelektual, seperti :
hak cipta , paten , merek , perlindungan varietas tanaman (PVT) , rahasia
dagang , desain industri , dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST) belum
terdiseminasi dengan baik dan menyeluruh. Hal ini merupakan salah satu titik
lemah dari pelaksanaan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual di Indonesia.
Kurangnya diseminasi yang dilakukan oleh pemerintah
disebabkan oleh beberapa factor, seperti minimnya pemahaman pemerintah, baik
pada tingkat pusat maupun daerah, dalam bidang hak kekayaan intelektual.
Kondisi ini ditambah lagi dengan kurangnya alokasi dana untuk kegiatan
diseminasi hak kekayaan intelektual baik untuk lingkungan internal mereka
maupun untuk masyarakat luas.
Peran swasta dalam mengembangkan hak kekayaan intelektual di
Indonesia
dirasakan sangat kurang sekali. Disamping itu yang lebih tragis lagi adalah
para akademisi baik pada tingkat sekolah menengah umum maupun pendidikan tinggi
masih banyak yang belum memahami hak kekayaan intelektual dengan baik. Padahal,
kampus merupakan salah satu sumber yang sangat potensial dalam mencetuskan
ide-ide suatu penelitian sebagai cikal bakal lahirnya invensi. Ini merupakan
salah satu tahapan untuk menghasilkan suatu teknologi baru yang termasuk dalam
ruang lingkup paten.
2. Penegakkan Hukum (Law Enforcement)
Permasalahan law enforcement merupakan topik yang tidak
henti-hentinya dibicarakan di setiap negara, terutama di negara-negara dunia
ketiga atau developing countries. Penegakan hukum secara tepat dan konsekwen merupakan
modal dasar untuk mencapai tujuan Negara domokratis dan mencapai pertumbuhan
ekonomi yang optimal . Apalagi potret intellectual property rights di
negara-negara berkembang masih sangat sulit berkembang. Demikian juga dengan
praktek penegakan hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.
Kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual di Indonesia,
seperti pembajakan berbagai karya-karya cipta, pemalsuan merek dan lain
sebagainya makin hari semakin tinggi baik secara kuantitas maupun kualitas.
Anehnya, sangat jarang kasus-kasus pelanggaran tersebut yang sampai dinaikkan
ke Pengadilan. Padahal, kasus-kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual itu
dapat ditemui dengan mudah di hamper setiap sudut kota
di Indonesia.
Bila kita melihat praktek-praktek yang dilakukukan
masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa penegakan hukum dalam bidang hak
kekayaan intelektual di Indonesia
sangat lemah sekali. Inilah salah satu sebab kenapa Indonesia dimasukkan ke dalam
daftar “priority watchlist country” oleh Amerika Serikat.
Di mata internasional Indonesia telah mendapat prediket
sebagai bangsa pembajak karya cipta milik orang lain dan bangsa lain. Artinya,
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling parah dalam penegakan hokum
dalam bidang hak kekayaan intelektual Tidak hanya itu, bila dibandingkan dengan
Malaysia saja, Indonesia merupakan negara yang relatif kecil menerbitkan
buku-buku dalam bidang hak cipta. Padahal, dari sisi jumlah penduduk Indonesia memiliki penduduk hampir tujuh kali
banyak dari jumlah penduduk Malaysia.
3.Jumlah Paten Masih Minim
Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu negara
berbanding lurus dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara tersebut.
Sebaliknya, semakin kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka
akan semakin miskin dan terkebelakang pula negara tersebut.
Indonesia
semakin hari menghadapi situasi dimana perkembangan hak keakayaan intelektual
kurang bergairah. Dari jumlah paten yang dihasilkan selama tahun 2002 dapat
dikatakan, bahwa jumlah paten domestik yang dalam proses pemeriksaan substantif
adalah sebanya 21, sedang paten sederhana sebanyak 51. Sementara itu, paten
asing yang dihasilkan pada tahun yang sama sebesar 2471 dan 14 untuk paten
sederhana . Dari data tersebut dapat disimpulkan, bahwa perolehan paten
domestik secara keseluruhan di Indonesia
pada tahun 2002 kurang dari tiga persen. Padahal salah satu konsekuensi yang
harus dipikul oleh negara Indonesia setelah meratifikasi Trade Related Aspects
of Intellectual Property Rights Agreement pada tahun 1995 (TRIPS Agreement)
adalah meningkatkan jumlah paten domestik minimal 10 persen dari jumlah
keseluruhan paten di Indonesia.
Hak Kekayaan Intelektual Di Negara-Negara ASEAN
Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan lain, seperti
Eropa, dan Amerika, negara-negara ASEAN pada umumnya masih tertinggal dalam
bidang hak kekayaan intelektual.
Sejak disetujuinya Perjanjian mengenai Hak Kekayaan
Intelektual oleh negara-negara ASEAN pada tahun 1995 di Bangkok , hingga tahun
2004 ini belum terlihat langkah maju yang konkrit yang ditunjukkan oleh
negara-negara anggota ASEAN dalam bidang hak kekayaan intelektual, kecuali
beberapa Negara anggota secara sendiri-sendiri, seperti Singapura, Malaysia dan
Thailand. Hal ini sangat dapat dimengerti, karena kondisi ekonomi negara
anggota ASEAN yang sangat berbeda satu sama lainnya.
Krisis ekonomi dan politik yang melanda beberapa negara
ASEAN, sperti Indonesia, Malaysia dan Thailand pada tahun akhir tahun 1997
merupakan salah satu factor yang menyebabkan sulit terlaksananya isi perjanjian
hak kekayaan intelektual tersebut. Indonesia saja misalnya, hingga kini krisis
yang telah berlangsung sejak akhir 1997 tersebut semakin melilit kehidupan
bangsa dan negara baik dalam bidang ekonomi dan moneter, politik, budaya dan
moral.
Kerjasama ASEAN yang ditandatangani di Bangkok tanggal 15 Desember 1995 memiliki
tujuan sebagai berikut :a Untuk
memperkuat kerjasama negara-negara anggota dalam bidang IPR melalui suatu
pegangan yang kuat dan terbuka untuk tuntutan dan pertumbuhan perdagangan bebas
regional dan global
b Untuk
mendukung kerjasama yang erat dalam bidang hak kekayaan intelektual antar warga
negara satu sama lainnya dalam wilayah ASEAN termasuk juga dalam bidang privat
dan persekutuan
c Untuk mengusahakan
format kerjasama yang sesuai dalam ikatan ASEAN yang dapat memberikan sumbangan
bagi peningkatan solidaritas dan mendorong inovasi teknologi serta pertukaran
dan perluasan teknologi dalam kawasan ASEAN
d Untuk
mengusahakan suatu kemungkinan diciptakannnya satu patent system di kawasan
ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan paten secara regional dan
internasional
e Untuk
mengusahakan pendirian suatu system merek tunggal di kawasan ASEAN, termasuk
juga satu kantor merek ASEAN dan memantau perkembangan perlindungan merek
secara regional dan internasional
f Untuk
mempersiapkan dan membangun satu system dan standar perlindungan hak kekayaan
intelektual bagi negara-negara di kawasan ASEAN yang sesuai dengan ketentuan
internasion
Cita-cita negara-negara ASEAN dalam bidang hak kekayaan
intelektual yang telah dicetuskan sembilan tahun lalu hanya merupakan untaian
kata-kata dan kalimat-kalimat yang kurang bermakna. Oleh karena itu,
negara-negara anggota ASEAN perlu diberi semangat baru dalam menindaklanjuti
kesepakatan 1995 tersebut untuk mewujudkan impiannya yang sudah terkubur.
Untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam bidang ekonomi,
ilmu pengetahuan dan teknologi sudah seharusnya pemerintah melakukan perubahan
yang mendasar mengenai strategi pembangunannya. Pemerintah Indonesia harus
memikirkan dan mengambil sikap tentang bagaimana upaya yang harus dilakukan
untuk membangunan perekonomian yang sudah terperosok dalam dengan mengambil
manfaat dari berbagai karya intelektual manusia.
Persoalan supremasi hukum (rule of law) dan penegakkan hak
asasi manusia (human rights) harus menjadi political will pemerintah untuk
menempuh dan menjelang era baru dalam berbangsa dan bernegara. Penegakan hukum
harus dilaksanakan secara maksimal dan konsekuen.
Kerjasama regional antar bangsa-bangsa di ASEAN dalam bidang
hak kekayaan intelektual harus terus ditingkatkan. Perbedaan-perbedaan dalam
berbagai bidang diantara Negara-negara ASEAN harus dijadikan modal dan perekat
untuk memajukan perekonomian regional di Asia Tenggara.
Mudah-mudahan seminar yang diadaakan oleh Universiti Utara Malaysia dengan Program Pascasarjana Universitas
Islam Riau ini dalam bidang hak kekayaan intelektual dapat menjadi kontribusi
yang positif dalam pemahaman dan pengembangan hak kekayaan intelektual, baik di
Malaysia maupun di Indonesia.
Sumber : http://uir.ac.id/?p=616
Tidak ada komentar:
Posting Komentar